TRADISI DAN KEARIFAN LOKAL PULAU SUMATERA

TRADISI DAN KEARIFAN LOKAL PULAU SUMATERA
Dosen Pengampu : Mukhamad Moerdiono


Di susun oleh:

                                                Wasis Suprapto                     ( 09416241037 )
Ulfa Mufidatun R.                ( 09416241012 )
Alif Wulandari                      ( 09416241041 )
Afifah lutfani                         (09416241032  )
Rizkytasari  Dini H               ( 09416241033 )
Rian Saputro                         ( 09416241044 )
Dwi Prasetyo                         ( 09416241043 )

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL DAN EKONOMI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2010
KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.
            Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan saat semua terasa sulit dan tidak mungkin terjadi, serta mengirimkan orang-orang sebagai tanda kasih dan sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Tradisi dan Kearifan Lokal Pulau Sumatera” untuk memenuhi tugas matakuliah Tradisi dan Kearifan Lokal. Semoga segala masalah dan kendala dalam mengerjakan makalah ini menjadi pengalaman yang berharga bagi penulis dalam menempuh pendidikan dimasa sekarang maupun dimasa yang akan datang.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Tak ada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan dimasa datang. Akhirnya tim penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 31  Maret 2010     


Penulis





DAFTAR ISI

A. Tradisi dan Kearifan local Aceh
a. Pendahuluan
b. Seni dan budaya
c. Sastra
d. Senjata tradisional
e. Rumah tradisional
f. Tarian
g. Makanan
B. Tradisi dan Kearifan local Sumatera Barat
a  Suku bangsa
b. Bahasa
c. Tarian
d. music
e. Rumah adat
f. Senjata Tradisional
g. Makanan
h. Literatur
C. Tradisi dan kearifan local Bangka Belitung
a. Penduduk
b. Adat Istiadat
c. Kearifan Lokal
D. Tradisi dan Kearifan Bengkulu
1.  Tradisi tabot
2.  Tradisi gaun pengantin
E. Tradisi dan Kearifan local Kepulauan Riau
F. Tradisi dan Kearifan Sumatera Selatan
a. Pendahuluan
b. Bahasa
c. Bahasa
d. Penduduk
e. Seni dan Budaya
f. Makanan Khas
G. Tradisi dan Kearifan local jambi
H. Tradisi dan Kearifan local Riau

a. Suku Bangsa di Riau

b. Bahasa

c. Agama

d. Seni dan Budaya

I. Tradisi dan Kearifan Lokal Lampung
1. Bahasa
2.  Seni dan budaya
·         Sastra
·         Teater
·         Musik
·         Tari
J. Tradisi dan Kearifan Lokal Sumatera utara
a. Suku Bangsa
b. Pola kehidupan
·         Pekerjaan
·         Pola pemukiman





A.    TRADISI DAN KEARIFAN LOKAL ACEH

a.      Pendahuluan
Aceh yang disebut dengan nama Daerah Istimewa Aceh (1959-2001) dan Nanggroe Aceh Darussalam (2001-2009) adalah merupakan sebuah provinsi paling barat di Indonesia. Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri, berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia, karena alasan sejarah. Daerah ini berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan.
Ibu kota Aceh ialah Banda Aceh. Pelabuhannya adalah Malahayati-Krueng Raya, Ulee Lheue, Sabang, Lhokseumawe dan Langsa. Aceh merupakan kawasan yang paling buruk dilanda gempa dan tsunami 26 Desember 2004. Beberapa tempat di pesisir pantai musnah sama sekali. Yang terberat adalah Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Singkil dan Simeulue.
Aceh mempunyai kekayaan sumber alam seperti minyak bumi dan gas alam. Sumber alam itu terletak di Aceh Utara dan Aceh Timur. Aceh juga terkenal dengan sumber hutannya, yang terletak di sepanjang jajaran Bukit Barisan, dari Kutacane, Aceh Tenggara, sampai Seulawah, Aceh Besar. Sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) juga terdapat di Aceh Tenggara.

b.      Seni dan Budaya
Aceh merupakan kawasan yang sangat kaya dengan seni budaya galibnya dibandingkan dengan wilayah Indonesia lainnya. Aceh mempunyai aneka seni budaya yang khas seperti tari-tarian, dan budaya lainnya seperti:
·         Didong (seni pertunjukan dari masyarakat Gayo)
·         Meuseukee Eungkot (sebuah tradisi di wilayah Aceh Barat)
·         Peusijuek (atau Tepung tawar dalam tradisi Melayu)
·         Masjid khas Aceh di tahun 1880-an
·         Tari Seudati di Sama Langa tahun 1907
·         Tari Saman dari Gayo Lues

c.       Sastra
Beberapa karya sastra yang berasal dari Aceh adalah sebagai berikut:
·         Bustanussalatin
·         Hikayat Prang Sabi
·         Hikayat Malem Diwa
·         Legenda Amat Rhah manyang
·         Legenda Putroe Neng
·         Legenda Magasang dan Magaseueng

d.      Senjata Tradisional
            Rencong adalah senjata tradisional Aceh, bentuknya menyerupai huruf  L, dan bila dilihat lebih dekat bentuknya merupakan kaligrafi tulisan bismillah. Rencong termasuk dalam kategori dagger atau belati (bukan pisau ataupun pedang). Selain rencong, bangsa Aceh juga memiliki beberapa senjata khas lainnya, seperti siwah, geuliwang dan peudeueng.

e.       Rumah Tradisional
            Rumah tradisonal suku Aceh dinamakan Rumoh Aceh. Rumah adat ini bertipe rumah panggung dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari rumah Aceh yaitu seuramoë keuë (serambi depan), seuramoë teungoh (serambi tengah) dan seuramoë likôt (serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu rumoh dapu (rumah dapur).

f.       Tarian
            Provinsi Aceh memiliki setidaknya 10 suku bangsa, memiliki kekayaan tari-tarian yang sangat banyak dan juga sangat mengagumkan. Beberapa tarian yang terkenal di tingkat nasional dan bahkan dunia merupakan tarian yang berasal dari Aceh, seperti Tari Rateb Meuseukat dan Tari Saman.


Tarian Suku Aceh
*         Tari Laweut
*         Tari Likok Pulo
*         Tari Pho
*         Tari Ranup Lampuan
*         Tari Rapai Geleng
*         Tari Rateb Meuseukat
*         Tari Ratoh Duek
*         Tari Seudati
*         Tari Tarek Pukat
Tarian Suku Gayo
*         Tari Saman
*         Tari Bines
*         Tari Didong
*         Tari Guel
*         Tari Munalu
*         Tari Turun Ku Aih Aunen
Tarian Suku Lainnya
*         Tari Ula-ula Lembing
*         Tari Mesekat

g.      Makanan Khas
Aceh mempunyai aneka jenis makanan yang khas. Antara lain timphan, gulai itik, kari kambing yang lezat, Gulai Pliek U dan meuseukat yang langka. Di samping itu emping melinjo asal kabupaten Pidie yang terkenal gurih, dodol Sabang yang dibuat dengan aneka rasa, ketan durian (boh drien ngon bu leukat), serta bolu manis asal Peukan Bada.

B.     TRADISI DAN KEARIFAN LOKAL SUMATERA BARAT
Sumatera Barat adalah provinsi terluas kesebelas di Indonesia, dengan ibukota Padang, terletak pada 0°57′ LS 100°21′ BT.
a.      Suku Bangsa
Mayoritas penduduk Sumatera Barat merupakan suku Minangkabau. Di daerah Pasaman selain suku Minang berdiam pula suku Batak Mandailing. Suku Mentawai terdapat di Kepulauan Mentawai. Di beberapa kota di Sumatera Barat terutama kota Padang terdapat etnis Tionghoa, Keling (India) dan Suku Nias dan di beberapa daerah Transmigrasi (Sitiung, Lunang, Pasaman dan lainnya) terdapat pula Suku Jawa.

b.      Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam keseharian ialah bahasa daerah yaitu Bahasa Minangkabau yang memiliki beberapa dialek, seperti dialek Bukittinggi, dialek Pariaman, dialek Pesisir Selatan dan dialek Payakumbuh. Di daerah Pasaman yang berbatasan dengan Sumatera Utara, dituturkan juga Bahasa Batak dialek Mandailing, yang biasanya digunakan suku Batak Mandailing. Sementara itu di daerah Mentawai yang berupa kepulauan dan terletak beberapa puluh kilometer lepas pantai Sumatera Barat, bahasa yang digunakan adalah Bahasa Mentawai.

c.       Musik
Nuansa Minangkabau yang ada di dalam setiap musik Sumatera Barat yang dicampur dengan jenis musik apapun saat ini pasti akan terlihat dari setiap karya lagu yang beredar di masyarat. Hal ini karena musik Minang bisa diracik dengan aliran musik jenis apapun sehingga enak didengar dan bisa diterima oleh masyarakat. Unsur musik pemberi nuansa terdiri dari instrumen alat musik tradisional saluang, bansi, talempong, rabab, dan gandang tabuik.
Musik Minangkabau berupa instrumentalia dan lagu-lagu dari daerah ini pada umumnya bersifat melankolis. Hal ini berkaitan erat dengan struktur masyarakatnya yang memiliki rasa persaudaraan, hubungan kekeluargaan dan kecintaan akan kampung halaman yang tinggi ditunjang dengan kebiasaan pergi merantau. Industri musik di Sumatera Barat semakin berkembang dengan munculnya seniman-seniman Minang yang bisa membaurkan musik modern ke dalam musik tradisional Minangkabau. Perkembangan musik Minang modern di Sumatera Barat sudah dimulai sejak tahun 1950-an ditandai dengan lahirnya Orkes Gumarang.

d.      Tarian
Tari tradisi bersifat klasik yang berasal dari Sumatera Barat yang ditarikan oleh kaum pria dan wanita umumnya memiliki gerakan aktif dinamis namun tetap berada dalam alur dan tatanan yang khas. Kekhasan ini terletak pada prinsip tari Minangkabau yang belajar kepada alam, oleh karena itu dinamisme gerakan tari-tari tradisi Minang selalu merupakan perlambang dari unsur alam. Pengaruh agama Islam, keunikan adat matrilineal dan kebiasan merantau masyarakatnya juga memberi pengaruh besar dalam jiwa sebuah tari tradisi Minangkabau.
Macam-macam tari tradisional dari Sumatera Barat meliputi:
1.      Tari Piring
2.      Tari Payung
3.      Tari Randai
4.      Tari Pasambahan
5.      Tari Indang
Seni tari tradisional Pencak Silat dari Minangkabau merupakan penggabungan dari gerakan tari dan seni beladiri khas Minang. Pencak Silat di Minangkabau memiliki beberapa aliran, diantara nya aliran Harimau Kumango.Tarian ini biasanya sudah diajarkan kepada kaum pria di Minangkabau semenjak kecil hingga menginjak usia akil baligh (periode usia 6 hingga 12 tahun) untuk dijadikan bekal merantau. Saat ini seni tari pencak silat sudah mendunia dengan terbentuknya federasi pencak silat sedunia IPSF (International Pencak Silat Federation).
e.       Rumah Adat
Rumah adat Sumatera Barat disebut Rumah Gadang. Rumah adat asli setiap tiangnya tidaklah tegak lurus atau horizontal tapi mempunyai kemiringan. Ini disebabkan oleh orang dahulu yang datang dari laut hanya tahu bagai mana membuat kapal. Rancangan kapal inilah yang ditiru dalam membuat rumah. Rumah adat jugat tidak memakai paku tapi memakai pasak kayu. Ini disebabkan daerah Sumatera Barat rawan terhadap gempa, baik vulkanik maupun tektonik. Jika dipasak dengan kayu setiap ada gempa akan semakin kuat mengikatnya.

f.       Senjata Tradisional
Senjata tradisional Sumatera Barat adalah Keris. Keris biasanya dipakai oleh kaum laki-laki dan diletakkan di sebelah depan, saat sekarang hanya dipakai bagi mempelai pria. Berbagai jenis tombak, pedang panjang, sumpit juga dipakai oleh raja-raja Minangkabau dalam menjaga diri mereka.



g.      Makanan
Dalam dunia kuliner, Sumatera Barat terkenal dengan masakan Padang dan restoran padang. Masakan Padang yang terkenal dengan citarasa yang pedas dapat ditemukan hampir di seluruh penjuru Nusantara, dan dapat ditemukan juga di luar negeri. Beberapa contoh makanan dari Sumatera Barat yang sangat populer adalah Rendang, Sate Padang, Dendeng Balado,Itiak Lado Mudo, Soto Padang, dan Bubur Kampiun. Selain itu, Sumatera Barat juga memiliki ratusan resep, seperti Galamai, Kipang Kacang, Bareh Randang, Dakak-dakak, Rakik Maco, pinyaram, kipang kacang, Karupuak Balado dan Karupuak Sanjai.
Makanan ciri khas masing-masing kota dan kabupaten di Sumatera Barat untuk dijadikan buah tangan (oleh-oleh) adalah: Kota Padang terkenal dengan bengkuang dan karupuak balado, Kota Padang Panjang terkenal dengan pergedel jaung dan satenya, Kota Bukittinggi dengan karupuak sanjai, Kota Payakumbuh dengan galamai dan bareh rendang, Kabupaten Agam terkenal dengan palai rinuak dan pensi, serta karupuak kamang yakni kerupuk yang terbuat dari ubi kayu/singkong, Kabupaten Pesisir Selatan dengan rakik maco, Kabupaten Tanah Datar dengan lamang Limo Kaum dan dakak-dakak simabua-nya.

h.      Literatur
Literatur sejarah mengenai Sumatera Barat dan kebudayaan Minangkabau secara umum dapat dijumpai antara lain di Pusat Dokumentasi Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDIKM), yang terletak di tengah-tengah objek wisata Perkampungan Minangkabau (Minangkabau Village), kota Padang Panjang, Sumatera Barat.
Di PDIKM banyak tersimpan informasi sejarah masyarakat Minangkabau khususnya semenjak abad 18 (periode penjajahan Belanda) hingga era 1980'an berupa dokumentasi foto mikrograf surat kabar, pakaian tradisional, kaset rekaman lagu daerah, dokumentasi surat-surat kepemerintahan dan alur sejarah masyarakat Minangkabau secara terperinci. Literatur mengenai Sumatera Barat dan Minangkabau juga akan banyak didapatkan di Perpustakaan KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde) dan di Perpustakaan Universitas Leiden, dua-duanya di Leiden, Belanda.

C.    TRADISI DAN KEARIFAN LOKAL BANGKA BELITUNG
 1. Penduduk
Kebudayaan yang tumbuh di Bangka Belitung erat kaitannya dengan dominasi Islam yang diterima dalam masyarakatnya sebagai aturan hukum wajib agama namun tradisi kepercayaan yang melebur pada sistem kepercayaan masyarakatnya masih cukup kental yang berlaku pada penduduk-penduduk perkampungan, suku-suku, serta etnik yang masuk setelah masa kolonial Belanda yaitu Etnik China.
2. Adat dan tradisi
·         Adat ( Hukum Adat )
Hukum yang adat yang berlaku sesudahnya adalah hukum yang masih di jalankan oleh pemangku yang ada di bawahnya. Hukum adat yang ada di bawah raja yaitu yang ada pada masyarakat adatnya; misalnya sesepuh turunan raja, kepala kampung, kepala suku. Sedangkan adat-istiadat lokal masyarakatnya ada di bawah para penghulu dan dukun kampung serta sedangkan wewenang tentang perihal tradisi kepercayaan ada pada dukun-dukun, seperti; dukun obat, dukun angin, dukun hujan, dukun hutan, dukun api, dukun madu, dukun buaya, serta dukun di berbagai spesifikasi lainnya.
Raja, kepala suku yang menggelar hukum adat di masa kekuasaannya akan membentuk karakter masyarakatnya yang di kemudian disebut adat masyarakat. Karakter itu akan tercermin dalam sikap masyarakat wilayah tersebut. Misalnya salah satu contoh ketika Cakraninggrat III KA Gending (1696-1700) Raja Balok di Belitung, memberlakukan hukum adat tetukun; yaitu apabila orang asing akan menikahi gadis wilayah itu, harus membayar sejumlah uang kepada ngabehi, serta tak boleh membawa pulang perempuan yang dinikahi tersebut, si lelaki mesti tinggal di wilayah kekuasaan hukum raja.
Dampak tersebut setelah raja dan ngabehi tidak lagi memberlakukan hukum tersebut maka kini terserap dalam tradisi "berebut lawang" di mana penganten laki-laki mesti membayar pada penjaga pintu atau lawang di rumah mempelai perempuan.

Berbagai upaya masyarakat untuk membuat hukum tetukun tersebut menjadi mantap di masanya; secara sikap sosial tentu saja masyarakat setempat mesti terbuka dan memiliki toleransi yang tinggi, hingga setiap orang asing yang menikahi gadis Belitung di masa itu akan betah karena sikap masyarakat yang positif itu. Bagaimana jika ada usaha untuk hanya sekedar menikahi misalnya, tentu saja peran mistik dari dukun menjadi berperan hingga muncul asumsi jika sudah terminum air setempat maka orang tersebut akan betah! Dan kesan yang muncul kemudian adalah asumsi; Jika orang asing sudah menikahi gadis Belitung maka ia takkan bisa pulang lagi ke negeri asalnya.
۩       Kelemahan hukum adat
Kelemahan hukum adat Bangka Belitung pada dasarnya tidak pernah diundangkan secara tertulis baik oleh raja, depati, batin, atau pun kepala suku karena masyarakatnya begitu patuh dengan pemimpin mereka. Norma yang tak tertulis itu menjadi titik lemah dalam perkembangan tradisisinya karena kebudayaan selalu bergeser dinamis sehingga pendatang atau yang bukan penduduk asli menjadi ogah untuk menaati hukum adat setempat.
۩       Keunggulan hukum adat
Keunggulan dari norma atau hukum adat yang tak tertulis itu adalah loyalitas dan kebersamaan tetap terjaga pada lingkungan masyarakat adatnya. Ia dengan sendirinya membentuk karakter masyarakatnya menjadi masyarakat yang homogen. Otonomi raja yang pernah mempersatukan masyarakatnya dalam satu simbol kekuasaan akan mencerminkan watak atau karakter tersebut, misalnya pada masyarakat pulau Belitung, mereka homogen dalam bahasa, agama, dan adat istiadat. Suku-suku lain dari komunitas yang lebih kecil pun kebanyakan sudah melebur dalam sistem tersebut. Misalnya Suku Sekak sudah banyak yang masuk Islam, serta menguasai bahasa setempat, meski tradisi kepercayaan mereka tak mungkin mereka hilangkan.
3. Kearifan local
Adat atau norma yang dieksekusi oleh Kepala Kampung dan para kepala suku, itu menyangkut tentang semua aturan setempat yang kini lebih dikenal dengan sebutan kearifan lokal adalah aturan yang sudah berlaku secara turun-temurun. Aturan tersebut kemudian dipertegas secara kepercayaan oleh para dukun dan secara agama oleh penghulu atau lebai kampung. Kearifan lokal yang berkaitan dengan alam sebagai sumber kehidupan yang kemudian mentradisi secara ritual berkaitan dengan kepercayaan diakumulasikan dalam acara ritual misalnya seperti; Buang Jong pada suku Sekak, Nuju Jeramik pada suku Urang Lom, Maras Taon di tradisi Urang Belitong.
Kearifan lokal sehari-hari yang dipatuhi masyarakat, implementasinya begitu sederhana dan mudah untuk diterapkan misalnya berkaitan dengan hutan; jangan menebang kayu dimasa pohon sedang berpucuk; jangan menebang pohon di hutan hulu sungai atau hutan mata air; jangan membuka dan membakar hutan tanpa ada petunjuk dari dukun kampong dan dukun api, dan lainnya. Di bidang perburuan hewan misalnya; jangan berburu di musim bulan terang, jangan membunuh hewan yang lagi bunting, dan lainnya.
Bagaimana hubungan antar manusianya? Adat tradisi yang berkaitan ritualitas pernikahan, di Bangka Belitung memiliki eksotika tersendiri misalnya tradisi prosesi melamar, prosesi seremonial pernikahan, prosesi pesta pernikahan, Belitung terkenal dengan istilah Begawai yang prosesinya melibatkan perangkat penghulu hingga personil perangkat kerjanya yang dilaksanakan secara sistematis dan unik hingga kini. Di Bangka di kenal juga adanya tradisi Kawin Massal dengan prosesi kebersamaan adat sepintu sedulangnya.

D.    TRADISI DAN KEARIFAN LOKAL BENGKULU

 

1. Tradisi tabot
Salah satu di antaranya adalah tradisi tabot yang rutin diselenggarakan masyarakat Bengkulu setiap bulan Muharam tahun Hijriyah. Ketika menginjakkan kaki di Bandara Fatmawati Soekarno yang berjarak 10 kilometer dari pusat kota Bengkulu, tampak dua bangunan layaknya gerbang masuk kota. Bangunan gerbang itu merefleksikan tradisi tabot. Tradisi yang dikaitkan dengan sejarah Islam itu menjadi agenda wisata yang ditawarkan provinsi yang dikenal sebagai Bumi Raflesia tersebut.
Biasanya tradisi perayaan tabot dilaksanakan sepuluh hari. Tradisi itu sudah dilakukan pada abad ke-14. Masyarakat Bengkulu percaya bahwa jika perayaan tabot tidak dilaksanakan, akan terjadi bencana. Setiap tahun perayaan tabot terus berkembang dan diisi acara-acara kolosal. Misalnya, festival tari tabot, telong-telong, ikan-ikan, dan lomba dol. Berbagai acara kolosal itu yang menjadi daya tarik masyarakat. Sejak 1990, pemerintah mengangkat tradisi tabot sebagai salah satu festival wisata di Bengkulu. 
Awalnya ada tujuh tabot yang disakralkan. Yaitu, tabot berkas, tabot imam, tabot bangsal, tabot panglima, tabot sumakerindu, dan tabot padang jati. Sayang, tabot sumakerindu dan tabot padang jati sudah hilang karena tak ada lagi keturunan yang meneruskan pembuatannya. Tabot dikatakan sakral karena memiliki penja (pending jari-jari) terbuat dari tembaga. Bentuknya menyerupai tangan manusia dan biasanya disimpan di atas rumah sekurang-kurangnya setahun. Setiap tahun penja itu dicuci dengan ritual khusus.
2. Tradisi Gaun Pengantin
Saat memilih pakaian pengantin, selain mengacu pada konsep pernikahan, sebaiknya juga membuat Anda nyaman dan merasa istimewa saat mengenakannya. Tak terkecuali untuk pakaian pengantin tradisional, seperti dari daerah Sumatera, yang dikenal ribet. Namun Anda tak perlu khawatir, karena perancang busana yang mengkhususkan diri pada pakaian pengantin tradisional sudah semakin banyak.
Gaun pengantin menjadi pemandangan yang menarik perhatian Kompas Female pada Sabtu sore (30/1/2010) itu. Menurut pengakuan Mulyadi (perancang busana pengantin) kepada Kompas Female usai pagelaran busana, ia mempadupadankan gaya Victorian khas Eropa dengan kain tradisi khas suku Rejang Lebong, daerah asal pria yang memulai karier di industri fashion sejak 2006 ini. Kain suku Rejang Lebong ini bernama kain Besurek atau dalam bahasa Indonesia kain bertulisan. Desain motif kain ini adalah coretan menyerupai kaligrafi Arab dan gambar bunga raflesia. Dalam tradisi kuno suku Rejang Lebong, kain ini digunakan untuk pakaian adat, tutup kepala, dan kain penutup keranda jenazah. Keprihatinan Mulyadi akan minimnya kecintaan nilai tradisi, terutama kain khas Bengkulu, menciptakan peluang segar bagi dirinya untuk mempopulerkan kain Besurek melalui gaun pengantin
E.     TRADISI DAN KEARIFAN LOKAL KEPULAUAN RIAU.
Tradisi Arsitektur Melayu dari Masyarakat Kepulauan Riau
Kepulauan Riau adalah sebuah propinsi di Indonesia yang terbentang dari daratan di sebelah Timur Sumatra Barat sampai pada pulau-pulau kecil di Selat malaka dan Laut Natuna. Kebesaran Kerajaan Malaka pada masa lampau masih berbekas kuat pada masyarakat Kepulauan Riau dengan kebanggannya sebagai bangsa Melayu. Kebanggaan tersebut tampak dalam pola kehidupan, adat dan budaya yang bernafaskan melayu, termasuk juga arsitekturnya.

Dalam bidang arsitektur, masyarakat melayu memilliki kebanggan dengan adanya bentuk yang di latar belakangi oleh tampilan ‘rumah belah bubung’. Tampilan rumah ini mencirikan bentuk atap di mana pada lisplank yang mencapai bubungan menjadi terbelah dan membentuk hiasan huruf ‘V’. lisplank utama ini memiliki sudut kemiringan atap yang curam, kemudian dibawahnya beratap dengan sudut kemiringan landai. Ciri lain dari rumah berbudaya melayu adalah konstruksinya yang berupa rumah panggung danbahan kayu.

Sulitnya transportasi untuk mencapai pulau-pulau kecil di wilayah Kepulauan Riau membuat beberapa orang membangun rumahnya menggunakan bahan yang berasal dari pulau tersebut. karena masih ada hutan, maka penggunaan bahan kayu banyak dipilih sebagai material bangunan rumah. Demikian pula dengan atap bangunan yang akan menyulitkan pemilik rumah jika harus menyediakan bahan berupa genteng, maka pemilihan bahan atap menggunakan rangkaian daun kelapa. Atap dengan rangkaian daun kelapa ini akan tahan dipakai untuk banguunan permanen selama lima tahun. Selebihnya pemilik rumah akan merehabilitasi rumah dengan atap rangkaian daun kelapa yang baru.
Bentuk yang khas dari ‘rumah belah bubung’ tidak hanya digunakan untuk rumah tinggal saja, namun juga untuk bangunan umum seperti gedung pertemuan, pelabuhan laut dan sebagainya. Bahkan beberapa gapura masuk permukiman juga ada yang menggunakan bentuk tersebut. Karena masyarakat kepulauan riau tinggal di pulau-pulau kecil, maka matapencaharian terbesarnya adalah nelayan. Dengan demikian sebagian besar rumah penduduk juga berdiri dekat dengan pantai, bahkan banyak pula yang berdirinya tepat di atas laut.
F.     TRADISI DAN KEARIFAN LOKAL SUMATERA SELATAN
a. Pendahuluan
Kota Palembang adalah salah satu kota besar di Indonesia yang juga merupakan ibu kota provinsi Sumatera Selatan. Palembang merupakan kota terbesar kedua di Sumatera setelah Medan. Kota ini dahulu pernah menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya, sebelum kemudian berpindah ke Jambi. Bukit Siguntang, di bagian barat Kota Palembang, hingga sekarang masih dikeramatkan banyak orang dan dianggap sebagai bekas pusat kesucian di masa lalu.
Palembang merupakan kota tertua di Indonesia, hal ini didasarkan dari prasasti Kedukan Bukit yang diketemukan di Bukit Siguntang sebelah barat Kota Palembang, yang menyatakan pembentukan sebuah wanua yang ditafsirkan sebagai kota yang merupakan ibukota Kerajaan Sriwijaya pada tanggal 16 Juni 682 Masehi[2]. Maka tanggal tersebut dijadikan patokan hari lahir Kota Palembang.

1.   Bahasa
Penduduk Palembang merupakan etnis Melayu, dan menggunakan Bahasa Melayu yang telah disesuaikan dengan dialek setempat yang kini dikenal sebagai Bahasa Palembang. Namun para pendatang seringkali menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-hari, seperti bahasa Komering, Rawas, dan Lahat. Pendatang dari luar Sumatera Selatan terkadang juga menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-hari dalam keluarga atau komunitas kedaerahan. Namun untuk berkomunikasi dengan warga Palembang lain, penduduk umumnya menggunakan bahasa Palembang sebagai bahasa pengantar sehari-hari.
2. Penduduk
Selain penduduk asli, di Palembang terdapat pula warga pendatang dan warga keturunan, seperti dari Jawa, Minangkabau, Madura, Bugis, dan Banjar. Warga keturunan yang banyak tinggal di Palembang adalah Tionghoa, Arab dan India. Kota Palembang memiliki beberapa wilayah yang menjadi ciri khas dari suatu komunitas seperti Kampung Kapitan yang merupakan wilayah Komunitas Tionghoa dan Kampung Al Munawwar yang merupakan wilayah Komunitas Arab. Agama mayoritas di Palembang adalah Islam. Selain itu terdapat pula penganut Katholik, Protestan, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
3. Seni dan Budaya
Festival perahu hias dan lomba bidar di Sungai Musi
Sejarah tua Palembang serta masuknya para pendatang dari wilayah lain, telah menjadikan kota ini sebagai kota multi-budaya. Sempat kehilangan fungsi sebagai pelabuhan besar, penduduk kota ini lalu mengadopsi budaya Melayu pesisir, kemudian Jawa. Sampai sekarang pun hal ini bisa dilihat dalam budayanya. Salah satunya adalah bahasa. Kata-kata seperti "lawang (pintu)", "gedang (pisang)", adalah salah satu contohnya. Gelar kebangsawanan pun bernuansa Jawa, seperti Raden Mas/Ayu. Makam-makam peninggalan masa Islam pun tidak berbeda bentuk dan coraknya dengan makam-makam Islam di Jawa.
Kesenian yang terdapat di Palembang antara lain:
  • Kesenian Dul Muluk (pentas drama tradisional khas Palembang)
  • Tari-tarian seperti Gending Sriwijaya yang diadakan sebagai penyambutan kepada tamu-tamu, dan tari Tanggai yang diperagakan dalam resepsi pernikahan
  • Lagu Daerah seperti Dek Sangke, Cuk Mak Ilang, Dirut, dan Ribang Kemambang
  • Rumah Adat Palembang adalah Rumah Limas dan Rumah Rakit
Kota Palembang juga selalu mengadakan berbagai festival setiap tahunnya antara lain "Festival Sriwijaya" setiap bulan Juni dalam rangka memperingati Hari Jadi Kota Palembang, Festival Bidar dan Perahu Hias merayakan Hari Kemerdekaan, serta berbagai festival memperingati Tahun Baru Hijriah, Bulan Ramadhan, dan Tahun Baru Masehi.
4.  Makanan Khas
·         Berkas:Pempek-campur.jpg
Pempek merupakan makanan khas Palembang yang telah terkenal seantero nusantara
·         Berkas:Pindang-patin.jpg
Pindang ikan patin khas Palembang, rasanya pedas, asam, dan gurih
Kota ini memiliki komunitas Tionghoa cukup besar. Makanan seperti pempek atau tekwan yang terbuat dari ikan mengesankan "Chinese taste" yang kental pada masyarakat Palembang.


  • Pempek                                  
  • Tekwan                                              
  • Model
  • Laksan
  • Celimpungan
  • Mie Celor
  • Burgo
  • Pindang Patin
  • Pindang Tulang
  • Malbi
  • Tempoyak
  • Otak - otak
  • Kemplang
  • Kerupuk
  • Kue Maksubah
  • Kue Delapan Jam
  • Kue Srikayo




G.    TRADISI DAN KEARIFAN LOKAL RIAU

Riau adalah sebuah provinsi di Indonesia. Provinsi ini terletak di Pulau Sumatra dan beribukotakan Pekanbaru. Provinsi Riau di sebelah utara berbatasan dengan Kepulauan Riau dan Selat Melaka; di sebelah selatan dengan Provinsi Jambi dan Selat Berhala; di sebelah timur berbatasan dengan Laut Cina Selatan (Provinsi Kepulauan Riau), dan di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Sumatera Utara.

1.     Suku Bangsa di Riau

Penduduk Provinsi Riau terdiri dari penduduk asli dan para pendatang yang bermacam-macam suku bangsanya. Mereka bermukim di wilayah perkotaan dan di pedesaan di seluruh pelosok Provinsi Riau. Adapun suku-suku yang terdapat di Provinsi Riau adalah sebagai berikut :[1]
  • Melayu. Suku Melayu merupakan penduduk asli Provinsi Riau dan merupakan suku mayoritas di provinsi ini. Terdapat di seluruh daerah Riau.
  • Jawa. Pada umumnya ada di daerah Riau, terutama daerah transmigrasi dan daerah perkotaan. Penduduk Suku Jawa ada yang bekerja sebagai petani, pegawai negeri, anggota TNI, buruh dan sebagainya.
  • Batak. Masyarakat dari Suku Batak kebanyakan tinggal di daerah perkotaan. Banyak diantara mereka yang bekerja sebagai PNS, TNI, pedagang, dll
  • Bugis. Banyak terdapat di Indragiri Hilir, seperti di Tembilahan, Enok, Tempuling Gaung anak Serka dan Reteh.
  • dan lain-lain
Suku bangsa di Riau lainnya seperti Sunda, Banjar, Flores, suku - suku di pedalaman daerah Riau seperti Suku Akit, Suku Talang Mamak, Suku Laut, dan lainnya

2.     Bahasa

Bahasa pengantar masyarakat Provinsi Riau pada umumnya menggunakan Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia tentunya. Disamping itu penggunaan Bahasa Minang juga banyak digunakan oleh penduduk Provinsi Riau serta bahasa daerah lainnya. Bahasa Melayu sudah menjadi bahasa internasional Lingua franca di kepulauan Nusantara, atau sekurang-kurangnya sebagai bahasa perdagangan di Kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu, semenjak pusat kerajaan berada di Malaka kemudian pindah ke Johor, akhirnya pindah ke Riau mendapat predikat pula sesuai dengan nama pusat kerajaan Melayu itu. Karena itu bahasa Melayu zaman Melaka terkenal dengan Melayu Melaka, bahasa Melayu zaman Johor terkenal dengan Melayu Johor dan bahasa Melayu zaman Riau terkenal dengan bahasa Melayu Riau.
Pada zaman dahulu ada beberapa alasan yang menyebabkan Bahasa Melayu menjadi bahasa resmi digunakan, yaitu:
  • Bahasa Melayu Riau secara historis berasal dari perkembangan Bahasa Melayu semenjak berabad-abad yang lalu. Bahasa Melayu sudah tersebar keseluruh Nusantara, sehingga sudah dipahami oleh masyarakat, bahasa ini sudah lama menjadi bahasa antar suku di Nusantara,
  • Bahasa Melayu Riau sudah dibina sedemikian rupa oleh Raja Ali Haji dan kawan-kawannya, sehingga bahasa ini sudah menjadi standar, dan
  • Bahasa Melayu Riau sudah banyak publikasi, berupa buku-buku sastra, buku-buku sejarah dan agama baik dari zaman Melayu klasik maupun dari yang baru.

3.     Agama

Dilihat dari komposisi penduduk Provinsi Riau yang penuh kemajemukan dengan latar belakang sosial budaya, bahasa dan agama yang berbeda, pada dasarnya merupakan aset bagi daerah Riau sendiri. Oleh karena itu kemajemukan tersebut harus dianggap bukanlah sebagai jurang pemisah antar penduduk namun sebagai pendorong bagi terciptanya persatuan dan kesatuan Indonesia. Agama - agama yang dianut penduduk Provinsi Riau sangat beragam. Yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu, dsb.

4.     Seni dan Budaya

Musik





Tarian





H.    TRADISI DAN KEARIFAN LOKAL JAMBI



adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di pesisir timur di bagian tengah Pulau Sumatra. Jambi juga merupakan nama sebuah kota di provinsi ini, yang merupakan kota ibukota provinsi. Jambi adalah satu dari tiga provinsi di Indonesia yang ibukota-nya bernama sama dengan nama provinsinya, selain Bengkulu dan Gorontalo. Jambi merupakan tempat berasalnya Bangsa Melayu yaitu dari Kerajaan Malayu di Batang Hari Jambi. Bahasa Melayu Jambi sama seperti Melayu Palembang dan Melayu Bengkulu, yaitu berdialek "o".
suku bangsa
Masyarakat Jambi merupakan masyarakat heterogen yang terdiri dari masyarakat asli Jambi, sebagian merupakan pendatang yang berasal dari Minangkabau, Batak, Jawa, Sunda, Cina dan India. Sebagian besar masyarakat Jambi memeluk agama Islam sebesar 90%, sedangkan sisanya merupakan pemeluk agama Kristen, Hindu dan Budha.



H. TRADISI DAN KEARIFAN LOKAL LAMPUNG
Provinsi Lampung memiliki luas 35.376,50 km² dan terletak di antara 105°45'-103°48' BT dan 3°45'-6°45' LS. Daerah ini di sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda dan di sebelah timur dengan Laut Jawa. Beberapa pulau termasuk dalam wilayah Provinsi Lampung, yang sebagian besar terletak di Teluk Lampung, di antaranya: Pulau Darot, Pulau Legundi, Pulau Tegal, Pulau Sebuku, Pulau Ketagian, Pulau Sebesi, Pulau Poahawang, Pulau Krakatau, Pulau Putus, dan Pulau Tabuan. Ada juga Pulau Tampang dan Pulau Pisang di yang masuk ke wilayah Kabupaten Lampung Barat.


1.  Bahasa


Masyarakat Lampung yang plural menggunakan berbagai bahasa, antara lain bahasa Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Bali, bahasa Minang, dan bahasa setempat yang disebut bahasaLampung


2.  Seni dan budaya
·        Sastra
Lampung menjadi lahan yang subur bagi pertumbuhan sastra, baik sastra (berbahasa) Indonesia maupun sastra (berbahasa) Lampung. Kehidupan sastra (Indonesia) di Lampung dapat dikatakan sangat ingar-bingar meskipun usia dunia kesusastraan Lampung relatif masih muda. Penyair Iwan Nurdaya-Djafar yang baru kembali ke Lampung setelah selesai kuliah di Bandung sekitar 1980-an mengaku kepenyairan di Lampung masih sepi. Dia baru menjumpai Isbedy Stiawan ZS, A.M. Zulqornain, Sugandhi Putra, Djuhardi Basri, Naim Emel Prahana, dan beberapa nama lainnya.
Barulah memasuki 1990-an kemudian Lampung mulai semarak dengan penyair-penyair seperti Iswadi Pratama, Budi P. Hatees, Panji Utama, Udo Z. Karzi, Ahmad Yulden Erwin, Christian Heru Cahyo, dan lain-lain. Menyusul kemudian Ari Pahala Hutabarat, Budi Elpiji, Rifian A. Chepy, Dahta Gautama dkk. Kini ada Dina Oktaviani, Alex R. Nainggolan, Jimmy Maruli Alfian, Y. Wibowo, Inggit Putria Marga, Nersalya Renata, dan Lupita Lukman. Selain itu ada cerpenis Dyah Merta dan M. Arman AZ.. Leksikon Seniman Lampung (2005) menyebutkan tidak kurang dari 36 penyair/sastrawan Lampung yang meramaikan lembar-lembar sastra koran, jurnal, dan majalah seantero negeri.
·        Teater
Perkembangan teater di Lampung banyak dilatarbelakangi dari keinginan para pelajar dan mahasiswa yang tergabung dalam kelompok seni untuk mendalami seni peran dan pertunjukkan. Beberapa kelompok teater kampus dan pelajar yang masih tercatat aktif sampai saat ini adalah teater Kurusetra (UKMBS Unila), KSS (FKIP Unila), Green Teater (Umitra), Teater Biru (Darmajaya), Teater Kapuk (STAIN Metro), Teater Sudirman 41 (SMUN 1 Bdl), Teater Gemma (SMUN 2 Bdl), Teater Palapa (SMUN 3 Bdl), Teater Madani(SMUN 5 Bdl), Teater Handayani (SMUN 7 Bdl),Kolastra (SMUN 9 Bdl), Teater sebelas (SMUN 11 Bdl), Teater Pelopor (SMU Perintis 1 Bdl), Insyaallah Teater (SMU Perintis 2 Bdl), Teater Cupido (SMUN 1 Sumberjaya).
Sedangkan beberapa teater yang digerakkan seniman-seniman Lampung yaitu Teater Satu, Komunitas Berkat Yakin (Kober), Teater Kuman, Teater Sendiri. Penggerak teater di Lampung yang masih eksis mengembangkan seni pertunjukkan teater melalui karya-karyanya antara lain Iswadi Pratama, Ari Pahala Hutabarat, Robi akbar, M. Yunus, Edi Samudra Kertagama, Ahmad Jusmar, Imas Sobariah, Ahmad Zilalin, Darmawan. Lampung tidak hanya dikenal banyak melahirkan sastrawan-sastrawan baru namun aktor-aktor potensial pun juga tidak sedikit yang muncul seperti, Rendie Dadang Yusliadi, Robi Akbar, Eyie, Iin Mutmainah, M Yunus, Dedi Nio, Liza Mutiara Afriani, Iskandar GB, Ruth Marini.
Dalam tiap tahunnya even-even teater seperti pertunjukkan, lomba, workshop dan diskusi kerap digelar di Provinsi ini serta tempat tempat yang sering digunakan adalah Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Lampung, Auditorium RRI, GSG UNILA, Academic Centre STAIN Metro, Gedung PKM Unila, Aula FKIP Unila, Pasar Seni Enggal. Adapun even tahunan teater yang terbesar di Lampung adalah Liga Teater SLTA se-Provinsi Lampung sebagai ajang apresiasi para aktor Pelajar LAmpung yang kualitasnya tidak kalah dengan pelajar di luar Lampung.
·        Musik
Sebagaimana sebuah daerah, Lampung memiliki beraneka ragam jenis musik, mulai dari jenis tradisional hingga modern (musik modern yang mengadopsi kebudayaan musik global.red). Adapun jenis musik yang masih bertahan hingga sekarang adalah: Klasik Lampung, jenis musik ini biasanya diiringi oleh alat musik gambus dan gitar akustik. Mungkin jenis musik ini merupakan perpaduan budaya Islam dan budaya asli itu sendiri. Beberapa kegiatan festival diadakan dengan tujuan untuk mengembangkan budaya musik tradisional tanpa harus khawatir akan kehilangan jati diri. Festival Krakatau contohnya, adalah sebuah Festival yang diadakan oleh Pemda Lampung yang bertujuan untuk mengenalkan Lampung kepada dunia luar dan sekaligus menjadi ajang promosi pariwisata.
·        Tari
Ada berbagai jenis tarian yang merupakan aset budaya Provinsi Lampung. Salah satu jenis tarian yang terkenal adalah Tari Sembah. Ritual tari sembah biasanya diadakan oleh masyarakat lampung untuk menyambut dan memberikan penghormatan kepada para tamu atau undangan yang datang, mungkin bolehlah dikatakan sebagai sebuah tarian penyambutan. Selain sebagai ritual penyambutan, tari sembah pun kerap kali dilaksanakan dalam upacara adat pernikahan masyarakan Lampung.
J. TRADISI DAN KEARIFAN LOCAL SUMATERA UTARA
Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar keempat di Indonesia setelah Jakarta, Surabaya dan Bandung. Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dan juga sebagai pintu gerbang bagi para wisatawan untuk menuju objek wisata Brastagi di daerah dataran tinggi Karo, objek wisata Orangutan di Bukit Lawang, Danau Toba, serta Pantai Cermin, yang dilengkapi dengan Waterboom Theme Park.
1. Suku Bangsa
Mayoritas penduduk kota Medan sekarang ialah Suku Jawa dan suku-suku dari Tapanuli (Batak, Mandailing, Karo). Di Medan banyak pula orang keturunan India dan Tionghoa. Medan salah satu kota di Indonesia yang memiliki populasi orang Tionghoa cukup banyak.
Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jl. Zainul Arifin dikenal sebagai Kampung Keling, yang merupakan daerah pemukiman orang keturunan India. Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang berketurunan Eropa, 35.009 berketurunan Indonesia, 8.269 berketurunan Tionghoa, dan 139 lainnya berasal dari ras Timur lainnya.
Perbandingan Etnis di Kota Medan pada Tahun 1930, 1980, 2000
Etnis
Tahun 1930
Tahun 1980
Tahun 2000
24,9%
29,41%
33,03%
10,7%
14,11%
-- (lihat Catatan)
35,63%
12,8%
10,65%
6,43%
11,91%
9,36%
7,3%
10,93%
8,6%
7,06%
8,57%
6,59%
0,19%
3,99%
4,10%
--
2,19%
2,78%
1,58%
1,90%
--
Lain-lain
16,62%
4,13%
3,95%
Sumber: 1930 dan 1980: Usman Pelly, 1983; 2000: BPS Sumut[1]
Catatan: Data BPS Sumut tidak menyenaraikan "Batak" sebagai salah satu suku bangsa, namun total Simalungun (0,69%), Tapanuli/Toba (19,21%), Pakpak, (0,34%), dan Nias (0,69%) adalah 20,93%

2.       Pola kehidupan
·        Pekerjaan
Sebagai kota terbesar di Sumatra dan Selat Malaka, penduduk Medan banyak yang berprofesi di bidang perdagangan. Biasanya pengusaha Medan banyak yang menjadi pedagang komoditas perkebunan. Setelah kemerdekaan, sektor perdagangan secara konsisten didominasi oleh etnis Tionghoa dan Minangkabau. Bidang pemerintahan dan politik, dikuasai oleh orang-orang Mandailing. Dari tiga belas walikota Medan, tujuh berasal dari etnis Mandailing. Sedangkan profesi yang memerlukan keahlian dan pendidikan tinggi, seperti pengacara, dokter, notaris, dan wartawan, mayoritas digeluti oleh orang Minangkabau
·        Pola pemukiman

Perluasan kota Medan telah mendorong perubahan pola pemukiman kelompok-kelompok etnis. Etnis Melayu yang merupakan penduduk asli kota, banyak yang tinggal di pinggiran kota. Etnis Tionghoa dan Minangkabau yang sebagian besar hidup di bidang perdagangan, 75% dari mereka tinggal di sekitar pusat-pusat perbelanjaan. Pemukiman orang Tionghoa dan Minangkabau sejalan dengan arah pemekaran dan perluasan fasilitas pusat perbelanjaan. Orang Mandailing juga memilih tinggal di pinggiran kota yang lebih nyaman, oleh karena itu terdapat kecenderungan di kalangan masyarakat Mandailing untuk menjual rumah dan tanah mereka di tengah kota, seperti di Kampung Mesjid, Kota Maksum, dan